
PENA EDUKASI - Isra' Mi'raj, peristiwa agung dalam
sejarah umat Islam, sering kali menjadi fokus perhatian umat Muslim. Namun,
daripada hanya mempertanyakan bagaimana peristiwa tersebut berlangsung, mungkin
lebih mendalam jika kita bertanya, "Mengapa Isra' Mi'raj terjadi?"
Jawaban dari pertanyaan ini dapat ditemukan dalam ayat 78 Surat Al-Isra', yang
menyebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi untuk menerima mandat dari Allah
untuk menjalankan shalat lima waktu.
أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمْسِ
إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيْلِ وَقُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ كَانَ
مَشْهُودًا
Artinya: Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Shalat bukan sekadar kewajiban
ibadah, tetapi menjadi medium untuk mencapai kesalehan spiritual seorang
individu dalam hubungannya dengan Sang Pencipta. Shalat juga menjadi alat untuk
menjaga keharmonisan dan keseimbangan dalam masyarakat, yang mendukung tatanan
sosial yang lebih beradab, egaliter, dan penuh kedamaian. Ini mengingatkan kita
pada pernyataan Alexis Carrel, seorang ahli humaniora dan peraih Nobel, yang
menyatakan bahwa jika pengabdian dan doa kepada Allah dihilangkan dari
kehidupan masyarakat, maka kehancuran akan mengancam. Meskipun Carrel bukan
seorang ulama, pandangannya sejalan dengan ajaran Al-Qur'an yang menegaskan
bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyuk dapat mencegah perbuatan buruk,
menciptakan masyarakat yang harmonis, dan mengedepankan nilai-nilai etik.
Makna dan Hikmah di Balik Peristiwa Isra' Mi'raj
Perintah untuk melaksanakan shalat
dalam perjalanan Isra' Mi'raj ini menjadikannya sebagai ibadah wajib yang
berbeda dari kewajiban lainnya. Dalam dimensi spiritual dan rasional, peristiwa
Isra' Mi'raj menjadi sumber inspirasi dan hikmah yang tak pernah habis bagi
kehidupan umat Islam. Imam Al-Qusyairi, seorang ulama besar yang lahir pada
abad ke-4 Hijriyah, mengungkapkan berbagai rahasia perjalanan agung ini dalam
bukunya yang berjudul Kitab al-Mikraj. Dalam karya ini, ia menjelaskan
dengan sangat rinci mengenai makna peristiwa Isra' Mi'raj, termasuk
pertanyaan-pertanyaan mendalam seperti mengapa perjalanan tersebut terjadi di
malam hari, mengapa harus menembus langit, dan apa tujuan di balik fenomena
luar biasa ini.
Buku ini bukan hanya membahas
perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW, tetapi juga mengajak pembaca untuk
merenungkan lebih dalam mengenai makna spiritual di balik perjalanan ini.
Apakah peristiwa tersebut hanya mukjizat yang tak mungkin dialami oleh orang lain,
ataukah ada pelajaran penting yang dapat kita teladani sebagai umat Muslim?
Imam Al-Qusyairi juga mengupas hikmah Isra' Mi'raj yang jauh melampaui sekadar
cerita perjalanan; peristiwa ini menjadi simbol penting dalam kehidupan
spiritual umat Islam.
Isra' Mi'raj sebagai Titik Balik dalam Dakwah Islam
Isra' Mi'raj lebih dari sekadar
perjalanan fisik atau spiritual Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini menjadi salah
satu momen penting dalam sejarah dakwah Islam. John Renerd, dalam bukunya In
the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience, menyatakan
bahwa Isra' Mi'raj adalah salah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam
hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Sebagai
perjalanan menuju kesempurnaan spiritual, Isra' Mi'raj merupakan titik balik
dalam dakwah Rasulullah SAW, yang menjadi penanda penting bagi kebangkitan
Islam.
Isra' Mi'raj juga dianggap sebagai
perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil) yang mengajarkan kita untuk
meninggalkan kehidupan duniawi yang rendah menuju kesucian yang tinggi. Menurut
pandangan para sufi, perjalanan ini merupakan pencapaian spiritual yang luar
biasa, yang diidam-idamkan oleh setiap pengamal tasawuf.
Makna Dialog dengan Allah SWT dalam Isra' Mi'raj
Salah satu momen paling signifikan
dalam peristiwa Isra' Mi'raj adalah ketika Rasulullah SAW "berjumpa"
dengan Allah SWT. Dalam dialog yang penuh kesopanan, Rasulullah SAW mengucapkan
kalimat, "Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah ( التَّحِيَّاتُ
الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ ) ", yang artinya, "Segala
penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah
SWT kemudian membalas dengan berkata, "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu
warahmatullahi wabarakaatuh” (السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ
وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
), yang
berarti, "Salam sejahtera atasmu wahai Nabi, serta rahmat dan berkah
Allah".
Mendengar jawaban dari Allah,
Rasulullah segera teringat akan umatnya. Beliau tidak ingin hanya dirinya yang
memperoleh berkah dari Allah, melainkan juga umatnya. Dalam doanya, beliau
mengucapkan, "Assalaamu'alaina wa'alaa ibaadillaahishaalihiin" ( السَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ) – doa untuk
dirinya dan bagi orang-orang saleh di antara umatnya.
Menyaksikan peristiwa luar biasa
ini, para malaikat yang berada di luar Sidratul Muntaha merasa terharu dan
takjub oleh kasih sayang serta kelembutan Allah SWT, begitu pula dengan
kemuliaan Nabi Muhammad SAW.
Dengan penuh keyakinan, mereka pun
menyatakan: “Asyhadu alla ilaha illallah Wa asyhadu anna Muhammadan abduhoo
wa rasuluhu” ( أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ)
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Dari percakapan suci inilah, bacaan
ini kemudian diabadikan dalam doa-doa shalat kita.
Peristiwa ini tidak hanya
memperkaya pemahaman spiritual umat Islam, tetapi juga mempertegas pentingnya
shalat sebagai sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Sang Pencipta.
Isra' Mi'raj mengingatkan kita bahwa shalat adalah ibadah yang penuh makna,
bukan sekadar rutinitas belaka, melainkan sebagai jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
0 Komentar